Blog

big

Orang Tua yang Memberi Makna

Harapan pasangan suami istri yang telah menikah umumnya adalah memiliki anak. Ada pasangan yang menjadwalkan dan ada pula yang tanpa perencanaan. Beberapa sulit mendapatkan amanah, namun terdapat juga yang kelihatan mudah mendapatkan titipan anak dari Tuhan. Memiliki anak (laki-laki/perempuan) termasuk bagian dari skenario Tuhan yang bertujuan.

Memiliki anak dalam waktu cepat atau lambat setelah akad pernikahan termasuk hak Tuhan yang sulit ditebak. Meskipun pemikiran manusia terus berkembang agar mudah dan cepat mendapatkan momongan. Beragam tips dan penemuan teknologi ditemukembangkan sebagai upaya melahirkan “manusia baru”.

Kemauan kuat akan lahirnya anak tersebut seharusnya diimbangi dengan pengetahuan dasar pengasuhan anak yang memadai. Harapan itu bukan tanpa tujuan namun haruslah bermakna. Bermakna karena disimpan sebagai bagian dari idealisme, bahwa memiliki anak akan mendapatkan banyak keutamaan. Usaha yang dilakukan akan berkontribusi pada peradaban manusia. Dari upaya-upaya kecil membersamai anak di rumah itu yang akan melahirkan dan menentukan kualitas masyarakat (bernegara). Sebab, anak adalah titipan masa depan.

Harapan inilah yang disebut sebagai meaning atau bermakna, artinya bahwa setiap proses membersamai anak di rumah sepatutnya dipahami sebagai bagian dari proses yang memiliki makna (meaning).

Meaning merupakan esensi dari pendorong berperilaku.  Meaning menjadi sumber motivasi yang memiliki sifat unik sebab merupakan muara dari setiap dorongan berperilaku (bisa berupa urge, tantangan, insentif, kebebasan memilih). Muara dipahami sebagai tujuan. Meaning dipahami sebagai suatu nilai yang terkandung dalam pilihan perilaku tertentu, sehingga perilaku tersebut dirasakan berharga untuk dilakukan.

Bagaimana membangun, mengembangkan, dan mempertahankan konsep meaning bagi orang tua? Terdapat empat (4) yang bisa dilakukan, mari kita lihat sebagai berikut;

Aktualisasi diri, bahwa memilih menikah adalah bagian dari proses penentuan peradaban. Bagian ini merupakan pembuktian diri melalui upaya-upaya optimal dalam membersamai anak. Kemauan untuk belajar melahirkan kemampuan pengasuhan.

Valence, artinya orang tua tetap pupuk idealisme dalam diri sebagai orang tua yang baik bagi anak sambil meyakini mampu melakukan yang terbaik. Ada kemauan agar anak akan merasa bangga telah memiliki orang tua dan telah tinggal di rumah sendiri.

Contribution, yaitu kebermanfaatan yang telah dilakukan. Kontribusi yang paling kecil tentu mendidik anak secara beradab agar pengasuhan sebagai siklus perubahan dan penentu peradaban bisa tercapai. Mendidik anak dijadikan bagian dari kontribusi beribadah kepada Tuhan.

Enjoymen, adalah menikmati apa yang orang tua lakukan pada setiap upaya pendidikan di rumah. Cara sederhana adalah melibatkan setiap barang dalam rumah menjadi bagian dari interaksi komunikasi bersama anak. Selain itu, bermain dengan melibatkan anggota tubuh orang tua juga akan menjadi kesempatan yang menarik bagi orang tua dan anak.

Self-Efficacy, merupakan kepercayaan orang tua bahwa mampu melakukan terbaik. Memupuk rasa percaya atau optimis untuk masa depan keluarga.

Setiap komponen meaning  ini saling berinteraksi satu sama lain dalam diri orang tua, tidak statis melainkan dinamis, tidak dilihat sebagai bagian yang hirarki atau parsial namun terjadi secara seimbang dan satu kesatuan yang utuh.

Selain konsep meaning bisa dipahami sebagai pendorong berperilaku “bermakna” yang melekat pada orang tua, juga bisa dipahami sebagai bagian dari dalam diri anak.

Bagaimana praktinya? bisa ditemukan pada tautan berikut ini https://tamansemesta.id/read/menjadikan-anak-pribadi-bermakna