
Orang Tua yang Memberi Makna
Harapan pasangan suami istri yang telah menikah umumnya
adalah memiliki anak. Ada pasangan yang menjadwalkan dan ada pula yang tanpa
perencanaan. Beberapa sulit mendapatkan amanah, namun terdapat juga yang
kelihatan mudah mendapatkan titipan anak dari Tuhan. Memiliki anak
(laki-laki/perempuan) termasuk bagian dari skenario Tuhan yang bertujuan.
Memiliki anak dalam waktu cepat atau lambat setelah akad
pernikahan termasuk hak Tuhan yang sulit ditebak. Meskipun pemikiran manusia
terus berkembang agar mudah dan cepat mendapatkan momongan. Beragam tips dan
penemuan teknologi ditemukembangkan sebagai upaya melahirkan “manusia baru”.
Kemauan kuat akan lahirnya anak tersebut seharusnya
diimbangi dengan pengetahuan dasar pengasuhan anak yang memadai. Harapan itu
bukan tanpa tujuan namun haruslah bermakna. Bermakna karena disimpan sebagai
bagian dari idealisme, bahwa memiliki anak akan mendapatkan banyak keutamaan.
Usaha yang dilakukan akan berkontribusi pada peradaban manusia. Dari
upaya-upaya kecil membersamai anak di rumah itu yang akan melahirkan dan menentukan
kualitas masyarakat (bernegara). Sebab, anak adalah titipan masa depan.
Harapan inilah yang disebut sebagai meaning atau bermakna, artinya bahwa setiap proses membersamai anak
di rumah sepatutnya dipahami sebagai bagian dari proses yang memiliki makna (meaning).
Meaning merupakan
esensi dari pendorong berperilaku. Meaning menjadi sumber motivasi yang
memiliki sifat unik sebab merupakan muara dari setiap dorongan berperilaku
(bisa berupa urge, tantangan, insentif, kebebasan memilih). Muara dipahami
sebagai tujuan. Meaning dipahami
sebagai suatu nilai yang terkandung dalam pilihan perilaku tertentu, sehingga
perilaku tersebut dirasakan berharga untuk dilakukan.
Bagaimana membangun, mengembangkan, dan mempertahankan
konsep meaning bagi orang tua?
Terdapat empat (4) yang bisa dilakukan, mari kita lihat sebagai berikut;
Aktualisasi diri, bahwa memilih menikah adalah bagian dari proses
penentuan peradaban. Bagian ini merupakan pembuktian diri melalui upaya-upaya
optimal dalam membersamai anak. Kemauan untuk belajar melahirkan kemampuan
pengasuhan.
Valence, artinya
orang tua tetap pupuk idealisme dalam diri sebagai orang tua yang baik bagi
anak sambil meyakini mampu melakukan yang terbaik. Ada kemauan agar anak akan
merasa bangga telah memiliki orang tua dan telah tinggal di rumah sendiri.
Contribution,
yaitu kebermanfaatan yang telah dilakukan. Kontribusi yang paling kecil tentu
mendidik anak secara beradab agar pengasuhan sebagai siklus perubahan dan
penentu peradaban bisa tercapai. Mendidik anak dijadikan bagian dari kontribusi
beribadah kepada Tuhan.
Enjoymen, adalah
menikmati apa yang orang tua lakukan pada setiap upaya pendidikan di rumah.
Cara sederhana adalah melibatkan setiap barang dalam rumah menjadi bagian dari
interaksi komunikasi bersama anak. Selain itu, bermain dengan melibatkan
anggota tubuh orang tua juga akan menjadi kesempatan yang menarik bagi orang
tua dan anak.
Self-Efficacy,
merupakan kepercayaan orang tua bahwa mampu melakukan terbaik. Memupuk rasa
percaya atau optimis untuk masa depan keluarga.
Setiap komponen meaning ini saling berinteraksi satu sama lain dalam diri orang tua, tidak statis melainkan dinamis, tidak dilihat sebagai bagian yang hirarki atau parsial namun terjadi secara seimbang dan satu kesatuan yang utuh.
Selain konsep meaning bisa dipahami sebagai pendorong berperilaku “bermakna” yang melekat pada orang tua, juga bisa dipahami sebagai bagian dari dalam diri anak.
Bagaimana praktinya? bisa ditemukan pada tautan berikut ini https://tamansemesta.id/read/menjadikan-anak-pribadi-bermakna