Blog

Orang Tua Butuh Jimpitan, Bukan Cibiran

Dua pekan ini, keluarga Indonesia diramaikan oleh perbincangan dua peristiwa kekerasan terhadap anak oleh orang tua (ibu) yang menyebabkan luka hingga kematian. Peristiwa tersebut disorot oleh media konvensional dan elektronik, dan memancing beragam diskusi.

Kekerasan pertama terjadi di Brebes, Jawa Tengah. Kekerasan dilakukan oleh ibu korban terhadap tiga anak. Peristiwa kedua terjadi di Jember, Jawa Timur. Kekerasan dilakukan juga oleh ibu korban terhadap seorang anak yang masih tergolong bayi.

Kita temukan irisan kesamaan dari kedua peristiwa tersebut yakni dilakukan oleh ibu kandung dan pengalaman eksternal yang dialami atau dilalui sebagai pemicu. Kedua ibu mengalami tekanan psikologis hingga berpengaruh terhadap kondisi mental.

Secara sederhana, kita pahami bahwa mental merupakan kemampuan individu menerima, mengelola, dan merespon informasi yang diterima. Kedua ibu mendapatkan informasi yang tidak mendukung terhadap posisinya sebagai seorang ibu. Kondisi ini menghantam statusnya sebagai ibu. Hingga mengikis penghargaan atas kehormatan dirinya berstatus sebagai orang tua kandung.

Terhadap kasus ini, beragam cibiran yang muncul menyudutkan pelaku karena ketidakmampuan mengontrol emosi. Bahkan ada yang menganggap pelaku mengalami gangguan jiwa. Menghardik pelaku sambil mencoba mengasihi korban.

Tulisan ini ingin mengajak kita menggeser titik bincang pada kondisi eksternal yang dirasakan oleh pelaku. Pengalaman eksternal tersebut berupa kondisi ekonomi dan dukungan lingkungan. Berempati pada tekanan yang diterima berupa penghasilan keluarga yang berkurang dan kurang dukungan positif dari orang lain (keluarga lainnya) merupakan cara lebih bijak dari pada sekedar mengirimkan rasa simpati terhadap anak.

Kekurangan dukungan positif dari orang terdekat bukanlah perkara mudah dilalui. Bersahabat pada informasi atau pengalaman kelam bukanlah pekerjaan mudah. Penghasilan yang tidak menentu  adalah serangan sempurna di masa pandemi saat ini. Keduanya menyatu menghantam sisi-sisi psikologis lemah seseorang. Sehingga menyalahkan ibu (pelaku) sambil menuduhnya sebagai ibu yang tidak bermoral adalah cerminan tidak bermoralnya Anda.

Kita, seakan lupa bahwa pengetahuan kita mendidik anak dibangun atas pengalaman masa lalu orang tua kita memberlakukan kita. Baik dan buruk yang diterima akan menjadi pertimbangan kita melakukan hal serupa. Tengoklah, bagaimana ibu di Brebes itu mengalami masa berat saat dirinya beranjak di usia muda.

Kita, seakan lalai bahwa perasaan dalam memahami anak-anak terbangun dari dukungan lingkungan sekitar. Positif dan negatif lingkungan yang diterima oleh orang tua akan menjadi pertimbangan kemampuan membangun hubungan hangat dengan anak. Tanpa lingkungan yang mendukung, senyum akan terasa sulit bagi orang tua membersamai anak. Bacalah, betapa orang lain (keluarga/tetangga) mudah mengirimkan cibiran terhadap ibu di Brebes dan Blitar.

Kita, seakan luput bahwa tindakan orang tua mengasuh anak dipengaruhi oleh kemampuan kas keluarga. Kemampuan mengepulkan asap dapur berpengaruh terhadap kemampuan sehat raga keluarga. Tanpa itu, rasanya agak sulit membuat “bank sabar” keluarga. Kita juga membaca kondisi ekonomi keluarga kedua peristiwa ini.

Lanjutan https://tamansemesta.id/read/orang-tua-butuh-jimpitan-bukan-cibiran-lanjutan