
Anak Bebas Memilih
Anak diyakini dilahirkan bersamaan dengan potensi memilih.
Memilih berarti kemampuan untuk memilah antara dua atau lebih pilihan yang ada.
Secara umum, terdapat dua pilihan yaitu memilih untuk bertakwa kepada Tuhan dan
mengingkari Tuhan. Bertakwa berarti memilih jalan kebaikan untuk terus dipupuk
agar tetap menjadi baik sedang mengingkari berarti memilih jalan keburukan yang
mendekatkan kepada beban-beban psikologis.
Memilih dapat dipahami sebagai kondisi yang dirasakan anak
yang memberikan dorongan untuk bertindak tanpa tergantung orang lain. Potensi
memilih ini bisa dibantu penyalurannya oleh orang tua agar bisa memilih kepada
kebaikan (takwa). Anak berpotensi memilih kebaikan namun di saat yang bersamaan
juga berisiko memilih keburukan. Peran orang tua sejak dini tentu akan membantu
anak agar tetap selalu berada pada jalan kebaikan.
Ketika anak merasakan adanya kebebasan untuk bertindak, maka
akan muncul kekuatan untuk melakukan sesuatu secara sukarela. Perilaku yang
dilakukan dengan sukarela ini akan memberikan kenikmatan dan keasyikan dalam
diri anak. perilaku mengekang anak dari lingkungannya tentu malah akan dilawan
oleh anak yang memiliki kemampuan memilih. Olehnya itu, lingkungan harusnya
bisa menjadi pemberi jalan atau memfasilitasi jalan kebaikan bagi anak.
Kemampuan memilih ini secara sistematis bisa dipahami
melalui beberapa bentuk, yaitu sebagai berikut;
Autonomy, yaitu
kemampuan kontrol dalam menentukan perilaku. Dorongan dari dalam berupa urge dan tekanan dari luar berupa
tantangan dan insentif, secara otonom anak akan memiliki pilihan untuk merespon
atau diam. (pemahaman terkait dengan tiga dorongan ini bisa dibaca pada tulisan
lainnya pada tautaun ini)
Independence,
yaitu kebebasan untuk menentukan apakah akan mengikuti dorongan yang berupa
insentif, tantangan, dan urge atau
menolak. Anak secara sukarela bisa menentukan dengan pertimbangan yang ada.
Self determination,
artinya anak memiliki kemampuan atau kesempatan untuk menentukan nasib sendiri.
Dengan kemampuan ini, anak akan memiliki pilihan untuk mengaktualisasikan diri
menuju pemaknaan hidup.
Self Regulation,
artinya kemampuan mengatur diri sendiri untuk menentukan apakah ini akan
mentransformasikan diri menjadi lebih bermakna atau sekadar mengurusi
kebutuhan-kebutuhan dasarnya saja.
Dengan memahami potensi memilih (freedom to choose) yang ada pada diri anak, maka akan terbuka kesempatan dan peluang bagi orang tua dalam memberi ruang dialogis yang memungkinkan terjadi interaksi yang saling memahami dan produktif antara anak dan orang tua.