
5 Prinsip Siklus Kehidupan Anak
Orang tua butuh
memahami prinsip siklus kehidupan anak. Pemahaman ini memungkinkan orang tua
dapat memudahkan berkomunikasi bersama anak. Prinsip dipahami sebagai sesuatu
yang mendasar. Prinsip ini sudah akan pasti dilalui dan tidak akan berubah. Siklus
dipahami sebagai daur atau ritme yang akan dijalani anak sepanjang hidup. Setiap
anak akan menghadapi sebagai bagian proses kehidupan. Siklusnya bisa secara
runtut atau bahkan bisa saja tidak.
Pertama adalah lahir, siklus ini
menjadi permulaan dari kehidupan anak di muka bumi. Setelah menyelesaikan
proses sekira 9 bulan berada di Rahim ibu. Beragam konsekuensi yang akan
dihadapi setelah dilahirkan. Pada siklus ini, prinsip yang semestinya menjadi
pegangan orang tua adalah penerimaan.
Penerimaan paling baik adalah level ikhlas yaitu menerima tanpa syarat sembari
berkomitmen membersamai dengan penuh kebaikan. Sering kali orang tua memiliki
harapan sebelum anak dilahirkan, itu tentu boleh saja, namun saat telah lahir,
maka orang tua harus menerima anak sebagai bagian penting dalam kehidupannya.
Anak akan menjadi bagian dari proses-proses kehidupannya dalam rumah.
Kedua adalah belajar. Anak sesungguhnya
mulai belajar sesaat setelah dilahirkan. Meraba dan mencium merupakan proses
pembelajaran yang menarik bagi bayi. Terus bertumbuh dan berkembang, proses
belajar merupakan tantangan yang selalu ingin dilalui. Orang tua seharusnya
mampu memahami setiap proses yang dilalui. Kemampuan orang tua memandang kegagalan
dan keberhasilan sebagai bagian dari proses belajar akan membantu anak menjadi
pribadi yang selalu ingin bertumbuh.
Ketiga adalah memilih. Sudah
fitrah anak untuk memilih. Dalam istilah yang lebih sering didengar adalah freedom to choose, kebabasan untuk
memilih. Sejalan dengan siklus ini adalah diperhadapkan dengan beban tugas.
Beragam tugas yang dihadapi memungkinkan menjadi bagian dari siklus ketiga ini.
Beragam tugas itu bisa bermanfaat atau malah sia-sia. Bermanfaat tentu harus
dimaknai sebagai pilihan yang mendekatkan dengan Tuhan, tidak dianjurkan
memilih yang malah menjauhkan atau menjadi sekat atau hijab dengan Tuhan.
Tugas-tugas yang dilalui harus menjadi bagian proses menuju Tuhan. Memilih taqwa
atau membangkan (fujur). Orang tua
sebaiknya mendorong anak untuk menanamkan “maksud” dari setiap pilihan yang
diambil. Sebaiknya maksud adalah bertujuan mendekatkan anak kepada pemiliknya,
Allah.
Keempat adalah bersalah. Beragam
tugas yang dilalui belum tentu diselesaikan dengan benar. Kesalahan tentu
menjadi sesuatu yang lumrah namun harus selalu ada upaya untuk terus
berkomitmen memperbaiki. Orang tua sebagai orang dewasa yang memiliki
pengetahuan (pengalaman) lebih, sepatutnya menjadi fasilitator yang baik bagi
anak. Tidak penting seberapa sering anak jatuh, namun yang paling penting
adalah seberapa kuat dan mampu anak bangkit lagi.
Kelima adalah bertaubat.
Kesalahan atas pilihan yang diambil bisa dipahami sebagai bagian dari proses
belajar. Hal itu sangat biasa sebagai manusia. Namun yang paling baik bila anak
bisa diajarkan untuk menunduk merefleksikan
kesalahan tersebut. Menengadahkan tangan memohon maaf kepada Tuhan, agar pintu taubat
dapat dibuka. Dari Tuhan dan akan kembali kepadaNya.